Pacaran Tidak yahhhh?
Sumber: Mbah Google |
Kali
ini saya ingin bicara tentang fenomena pacaran. Sekarang itu cewe-cewe pada
takut tidak punya pacar. Katanya, takut dibilang tidak laku. Lah, itu orang
atau gorengan di pinggir jalan pakai acara takut tidak laku. Punya pacar dijadikan
sebagai pembuktian akan eksistensinya di lingkungannya. Punya pacar menandakan
kalau dia punya tampang yang bagus dan juga gaul. Pembuktian yang terlalu
mengada-ada.
Kalau
benar perempuan itu barang dagangan, dan punya pacar menandakan ia sudah laku.
Berarti lelaki yang menjadi pacar kesekian dari seorang wanita, membeli barang
yang sudah pernah dibeli dan dinikmati oleh lelaki lain. Belinya di pasar loak
lagi. Tapi memang benar sih, sekarang perempuan kayak barang dagangan,
dijajakkan dimana-mana. Di Mall-mall, televisi, tempat-tempat hiburan bahkan
sudah merambah ke online shop. Saya
takutnya nanti kita ke pasar, kita malah dengar dari para penjual bilang “Cari
apa pak, silahkan dipilih. Di sini wanitanya cantik-cantik, murah lagi” tidak kebayang
saya jadi apa dunia ini, kalau sudah
seperti itu. Tidak begitu saja, bencana alam datang silih berganti.
Sadar
atau tidak, dunia ini memang semakin lama semakin rusak. Mulai dari alamnya
sampai para penghuninya. Bencana alam di mana-mana akibat ulah tangan manusia. Kasus
pembunuhan, korupsi, tawuran, pengguna narkoba dan masih banyak lagi. Termasuk
hamil sebelum ijab qabul sudah bukan berita langka. Dulu orang yang hamil di
luar nikah kita lihat hanya di sinetron. Sekarang sudah diikuti oleh orang-orang
di sekitar kita. Teman, tetangga, sampai keluarga kita sendiri.
Saya
pribadi setiap mendengar kabar perzinahan, dada saya langsung sesak. Serasa
ingin menangis, tapi tak ada air mata yang jatuh. Kata orang kalau sakit sampai
air mata tidak mau keluar, sakitnya tuh dalemmmm bangetttt. Jujur sampai hari
ini, saya masih tidak habis pikir dengan orang yang sampai rela menyerahkan
kesuciannya pada lelaki yang bukan suaminya. Berkali-kali saya mengotak-atik
otak mencari alasan logis, tapi tak juga ketemu. Baiklah, anggaplah memang ada
alasan yang membuat mereka melakukan itu. Tapi, apakah alasan untuk tidak
melakukan itu tidak berpengaruh apa-apa pada dirinya?
Satu
hal yang membuat saya tidak bisa menahan untuk tidak menyebut mereka bo**h.
Mereka menjalin hubungan terlarang, pacaran. Lalu katanya semakin serius.
Higgga akhirnya melakukan zina. Terus setelah itu mau tidak mau mereka harus
menikah. Duh kurang rugi apa lagi orang seperti ini. Jika mereka tahu bahwa
setelah melakukan itu, mereka pun harus bertanggungjawab, kenapa mesti
melakukannya. Toh setelah menikah pun mereka bebas melakukannya. Beginilah
akibatnya kalau pintu zina (baca:
pacaran) sudah dibuka, godaan untuk berzina sulit tertahankan.
Saya
orang yang paling merasa tabu mengatakan ini. Tapi sepertinya zaman sekarang
jangankan mengatakan, melakukannya saja mereka sudah tidak merasa risih. Hal
ini mungkin yang membuat banyak lahir penulis yang mengajak pembacanya berhenti
jadi aktivis pacaran. Biasanya mantan aktivis pacaran tahu orang-orang ini. Bagaimana
tidak tau, lah orang-orang ini yang membuat mereka memutuskan pacarnya. Benar
kan? Eitss maaf, malah menyinggung.
Walaupun sekarang sudah banyak penggiat anti
pacaran. Aktivis pacaran masih saja berkeliaran. Mereka orang yang sangat teguh
memegang prinsip. Bahkan menebar racun yang sama di sekelilingnya. Biarpun
setiap hari dia membaca tulisan di medsos tentang haramnya pacaran, ditambah
banyak ustad yang juga mengingatkan, tetap saja mereka bilang pacaran itu sah.
Mereka malah marah kalau dibilang pacaran itu mendekati zina. Padahal kita
hanya penyampai dari apa yang disampaikan Rasulullah. Manusia yang ia yakini
sebagai utusan Tuhan, Allah SWT.
Sudah
banyak bukti orang yang berzina itu diawali dari pacaran, kalau tidak dengan
para PSK. Tapi mereka masih saja ngeyel, bilang tidak nagapa-ngapain lah, cuma
teman jalan-jalan, belajar bareng, makan bareng, setelah tidur bareng baru
mereka sadar sudah ngapa-ngapain. Tidak masalah kalau CTRL+Z berfungsi,
sayangnya dalam hidup ini tidak ada formula itu. Satu-satunya harapan kita
hanya tombol back space, itupun hak
proregatif Allah. Kita hanya bisa bertobat dari kesalahan kita dan berdoa agar Allah
menghapus kesalahan itu. Tapi sekali lagi itu hak proregatif Allah saja.
Syukur-syukur kalau diampuni. Kalau tidak, ya silahkan nangis. Eh iya, maksud
saya perbanyak nangis dalam doa mengingat kesalahan-kesalahan yang lalu agar
diampunkan. Mungkin tobat kita masih setengah-setengah. Berjanji tidak pernah
mengulanginya lagi, lalu buktikan dengan perbuatan. Untuk menguatkan, ilmu
agama itu sangat penting. Satu lagi berkumpul dengan orang salih, terapi itu
manjur untuk seluruh bidang maksiat, termasuk pacaran.
Terakhir,
kalau pertanyaan saya di judul terbersit di hati. Jangan ragu untuk katakan
tidak. Tak perlu malu dibilang tidak laku. Karena kita ini amanah bukan barang
dagangan.
Saya
rasa sampai di sini dulu, kapan-kapan kita jumpa lagi. Atau datang saja ke
rumah maya saya yang lainnya di alamat http://marwah-syiardalamtulisan.blogspot.co.id/. Kalau ada kata yang
menyinggung, saya mohon maaf. Yakin singgungan itu bukan sebagai bentuk
kebencian, tapi justru kecintaan saya karena Allah. Karena bentuk kasih sayang
itu memang tidak hanya satu ekspresi wajah. Kita bisa melihat ekspresi yang
berbeda dalam kondisi, waktu dan tempat yang berbeda-beda pula.
Maros, 24 April 2016
0 komentar:
Posting Komentar