Media Tipu-Tipu?
sumber gambar: Google.com
Maros, 11 April 2016
Untuk saudara/ri-ku
yang terpanggil hatinya menjadi bagian dari corong informasi
Assalamu’alaikum
Saudariku yang kucinta karena Allah, saya menulis surat ini untuk menanyakan banyak hal, tentang kegundahanku. Semoga berkenan untuk dijawab. Saya sering membaca dan mendengar hasil analisa yang mengatakan bahwa media berita yang yang ada saat ini banyak yang tidak jujur, terutama media sekuler. Berita-berita yang disajikan syarat akan kepentingan orang-orang penting. Mulai dari pengusaha, pemerintah, antek-antek asing dan aseng. Benarkah apa yang saya dengar itu? Kalian orang dalam, tentu kalian lebih tahu apakah anggapan itu benar atau keliru.
Misalnya, berita yang mengangkat
tentang isu terorisme. Saya tahu bahwa terorisme
adalah ancaman bagi Negeri ini. Sayapun mengutuk tindakan pembunuhan yang tidak
dibenarkan oleh syariah. Dan, jelas di dalam Islam penghilangan nyawa tanpa
alasan yang benar adalah tindakan yang salah. Tapi, haruskah yang dipojokkan
islam hanya karena ulah beberapa oknum tersebut. Kenapa di setiap penangkapan,
yang ditonjolkan adalah symbol-simbol islamnya? Seperti tulisan La ilaha Illallah di pintu ‘terduga
teroris’ yang di zoom. Seakan-akan kalian ingin menyampaikan bahwa itu adalah
kalimat terorisme. Padahal jelas itu adalah kalimat tauhid. Kalimat yang sangat
sakral bagi umat Islam, mungkin juga termasuk sakral bagimu saudariku.
Lalu, jika setiap
penangkapan teroris kalian meliputnya, kenapa saat ada kasus salah tangkap saya
tidak pernah melihat beritanya di TV maupun media cetak. Kurang menarik apa lagi
berita itu sehingga tidak diangkat? Padahal di media sosial polisi, ORMAS dan
keluarga korban sudah saling serang kata-kata. Atau mungkin hanya saya yang
tidak melihatnya? Ah tidak, saya sering mendengar keluhan yang sama dari orang
lain.
Ditambah lagi, saya
sering mendengar banyak kejanggalan yang ditemukan disetiap pengusutan kasus
terorisme. Salah satu yang paling vocal mengatakan hal itu adalah Harits Abu
Ulya, pengamat kontra terorisme dan direktur CIIA1. Media sosial pun
sering dihebohkan dengan indikasi kejanggalan dari kasus terorisme. Terakhir, bom
Sarinah beberapa waktu yang lalu tersebar foto-foto yang menjelaskan
kejanggalan itu2. Melihat foto tersebut, sulit rasanya untuk tidak
percaya.
Selain itu, Harits Abu
Ulya juga mengungkapkan bahwa cara yang selama ini dilakukan oleh pemerintah
dalam memberantas terorisme malah semakin melanggengkan aksi terorisme3.
Saya malah bertanya-tanya, apakah terorisme memang sengaja tetap ditumbuh
suburkan? Jika ia tetap ada siapa yang diuntungkan? Para pembenci islam,
pemerintah sebagai pengalihan isu dari setiap kebobrokannya atau mungkin media sebagai
alat pencairan dana kepentingan atau bahkan semuanya? Ah, maafkan saya yang
tidak bisa membendung pertanyaan itu muncul di benak saya.
"Media dapat menjadikan hitam menjadi putih, siang menjadi malam, pahlawan menjadi penjahat, penjahat jadi pahlawan" Dr Zakir naik4
Jika sudah begini, apakah
salah jika kepercayaan kami pada media, terutama media sekuler kini tersisa
sangat sedikit. Sangat sering kami dibuat kecewa dengan berita-berita yang
tidak fair. Sebelum kepercayaan itu
betul-betul habis kami memohon kepada kalian, sekali lagi saudariku yang
kucinta karena Allah. Tolong berhentilah menyajikan berita hasil pemelintiran,
penghilangan atau bahkan penipuan. Kemana etika-etika jurnalistik yang kalian
dengung-dengungkan di setiap diklat jurnalistik? di mana teori-teori yang diajarkan oleh barat itu
kalian operasikan? Dan jauh lebih penting, ke mana rasa takut kalian kepada
Sang Khaliq?
Belum juga saya
berhasil membangun kepercayaan kembali kepadamu saudariku, lagi-lagi saya
menemukan artikel yang sungguh mencengangkan. Pengakuan dari salah seorang yang
mengaku sebagai wartawati ex-koran nasional tentang kebobrokan media di
Indonesia5. Juga pengakuan mantan wartawan dan penulis editorial
Media Indonesia tentang pengangkatan berita yang selalu menyudutkan agama islam6.
Membaca keduanya, membuat saya semakin percaya bahwa banyak media yang tidak
jujur. Saya tidak berani menyebut semua media, karena saya yakin bahwa masih
ada media yang jujur. Masih ada wartawan yang idealis. Masih ada wartawan yang
tidak tergiur oleh dana pelicin. Semoga kalianlah wartawan jujur itu. Semoga
kalianlah para jurnalis yang benar-benar patuh pada etika jurnalistik.
Satu hal yang selalu
saya pegang. Sebuah motivasi yang tiada tara. Kepastian yang pasti dari zat
yang Maha Pasti.
“Mereka
(orang-orang kafir itu) membuat makar, dan Allah membalas makar mereka. Dan
Allah sebaik-baik pembuat makar.” [Ali Imran : 54]
“Sesungguhnya mereka (orang-orang kafir itu) merencanakan tipu daya yang
jahat dengan sebenar-benarnya. Dan Aku pun merencanakan tipu daya pula, dengan
sebenar-benarnya." [Ath-Thariq : 15-16]
"Dan sesungguhnya
kedustaan mengantarkan kepada perbuatan fujur dan perbuatan fujur mengantarkan
kepada neraka" (HR Al-Bukhari dan
Muslim)
6http://www.eramuslim.com/berita/nasional/konspirasi-metro-tv-kicauan-mantan-wartawan-penulis-editorial-media-indonesia.htm
0 komentar:
Posting Komentar