Memilih Hizbut Tahrir
Perkenalan saya dengan
Hizbut Tahrir bermula pada saat awal menggeluti dunia perkuliahan. Walaupun
sebenarnya, belakangan saya baru tahu bahwa di SMA saya pernah beberapa kali
ikut kajian yang dibina oleh orang Hizbut Tahrir. Saya tahu dari teman SMA
saya, yang anehnya dia justru termasuk orang yang tidak aktif kajian waktu itu.
Saat duduk di bangku
SMP saya sudah mulai aktif di ROHiS, tentunya dengan ikut pengajian di
dalamnya. Saya tak sendirian,
ada teman SMP saya sekaligus tetangga. Kami bahkan sudah berkomitmen beberapa
hal sebagai buah dari ilmu yang kami dapatkan. Seperti, kami tak ingin pacaran,
mau buat agenda mengumpulkan uang untuk
membantu korban bencana alam, dan satu lagi yang paling membekas yaitu kami mengumpulkan
anak-anak yang usianya di bawah kami, lalu kami buat sekolah-sekolahan. Yang
kami ajarkan lebih banyak seputar agama, seperti baca tulis al-Quran, akhlak
dan sebagainya. Padahal ilmu kami tentang islam jangan ditanya seberapa banyak,
sangat sedikit. Tapi jika diingat-ingat, semangat kami waktu itu bisa jadi
motivasi untuk hari ini hingga esok.
Langsung saja ke perkenalan saya dengan Hizbut
Tahrir. Waktu itu di awal perkuliahan, teman sekelas saya mengajak ngaji dengan
kakak angkatan. Tentu saya menerima, karena saya pikir belajar mengaji. Setelah
bertemu dengan kakak yang dimaksud, ternyata bukan belajar mengaji al-Quran
tapi mengkaji islam dalam bentuk halaqah. Jujur sih memang sedikit kecewa, karena
di luar dari apa yang saya bayangkan. Tapi kemudian saya berpikir tidak ada
salahnya saya tetap mengikutinya, toh memang saya sadar membutuhkannya.
Walaupun saat SMP saya pernah kecewa dengan murabbiyah saya waktu itu. Dia
menghilang saat saya dan teman saya lagi semangat-semangatnya. Dan sejak itu
semangat saya dalam menuntut ilmu agama perlahan mulai mengendur. Kalaupun saya
ikut, penjelasannya tidak terlalu membekas.
Tapi kali ini lain, pada
pertemuan kedua saya mulai bergairah kembali belajar islam. Saya juga semakin
sering datang ke toko buku untuk membeli buku seputar agama islam. Saking
semangatnya saya sering ke toko buku dengan jalur pete-pete yang cukup ribet
sendirian. Bahkan saya pernah sudah ada di depan Mall sebelum buka. Saya
berkomitmen membeli buku minimal satu setiap bulan. Waktu itu saya dan teman
saya, beberapa bulan jadi pemburu buku-buku tasawuf karya Agus Mustafa. Iya, kami
suka filsafat dan tertarik belajar islam, maka jadilah kami penggemar buku-buku
tasawuf. Walaupun, seiring berjalan waktu kamipun menyadari filsafat sangat
jauh dari konsep pemikiran islam. Islam pemikirannya pas, tidak kurang dan
tidak berlebihan. Sedangkan filsafat, pemikirannya kebablasan.
Di awal kajian bersama
hizbut tahrir saya tertarik dengan konsep kajiannya, santai. Kajiannya di taman
dengan konsep kajian yang lebih mirip berdiskusi. Saya bisa bertanya apa saja
seputar islam. Saking banyaknya pertanyaan saya, kakak yang mengisi kajiannya
sering menunda jawabannya di pertemuan berikutnya. Walaupun seiring berjalannya waktu, justru saya lebih tertarik dengan keseriusan dan kedisiplinan HT dalam menjalankan proses pembinaan.
Selain kajian dengan
orang HT, saya juga tetap ikut tarbiyyah di tempat lain. Namun beberapa bulan
saya mulai tidak respect ngaji di HT. Karena, mereka melihat permasalahan
bangsa selalu menyalahkan pemerintah. Saya marah, kenapa selalu pemerintah yang
disalahakan. Padahal mereka sudah berusaha untuk menyelesaikan persoalan
bangsa. Apa yang sudah kita berikan untuk bangsa ini sehingga berani
menyalahkan pemerintah? Saat itu pemahaman saya masih sama dengan pemahaman
masyarakat umum lainnya. Karena beberapa alasan
yang mengurangi ketertarikan saya pada HT ditambah penentangan dari keluarga, akhirnya saya memilih mundur. Waktu
itu saya masih di tahap sebelum kajian kitab mutabanat.
Sejak saya tidak ngaji di
HT, saya terus mencari tau tentang jilbab dan juga segala hal tentang pemikiran
HT yang bertentangan dengan pemahaman di tempat saya tarbiyah. Pemikiran yang
saya maksud adalah seputar masirah, dakwah kepada pemerintah, hadits ahad, khilafah,
dan yang lainnya. Dari perjalanan saya mencari tau itu, saya menyadari satu
hal, HT lebih banyak menyentuh made’unya melalui pemikiran. Pemikiran yang ditunjukkan
menurut saya masuk akal dan dalilnya pun kuat. Namun, saya masih punya banyak
pertanyaan yang belum saya temukan jawabannya.
sumbe gambar: https://d.wattpad.com
Hingga tiba pada suatu
saat saya memutuskan untuk kembali mengkaji islam di HT. Saya sadar bahwa saya
akan lebih yakin jika semua pertanyaan itu dijawab langsung oleh orang HT,
bukan dari orang-orang yang hanya melihat HT dari luar saja. Saya bisa
mendengar langsung pendapat mereka mengenai anggapan miring seputar HT. Atau paling tidak saya bisa mencari tahu sendiri
seperti apa pemikiran mereka yang sebenarnya setelah berinteraksi lebih dekat.
Sampai sekarang, saya
ngaji di HT sudah kurang lebih 4 tahun. Setelah berkomitmen untuk konsisten
mengkaji islam di sini, tidak pernah lagi sekalipun saya berniat untuk mundur. Bahkan sekalipun ujian tak henti-hentinya berdatangan. Bukan karena saya menganggap bahwa haraqah lain sesat, atau hanya HT yang akan
masuk surga. Bukan sama sekali. Tapi ini soal kenyamanan, kesamaan pemikiran,
kecocokan rasa, dan keselarasan cara pandang. Di sini saya menemukan itu. Dan
sekarang jika ada yang mengatakan tentang kesesatan HT, saya hanya tersenyum.
Alhamdulillah, meskipun berat saya telah memilih jalan dakwah ini, bersama Hizbut Tahrir. Meskipun begitu, hampir tidak
pernah terlewatkan dalam doa saya untuk tetap ditunjukkan jalan yang lurus. Tidak ada
yang bisa memastikan bahwa kita benar-benar sudah berada di jalan lurus. Hanya
Allah yang tahu jalan itu benar-benar lurus atau tidak. Karenanya, saya selalu
meminta petunjuk-Nya. Jika memang jalan ini benar, semoga orang-orang yang ada
di jalan ini diistiqamahkan. Jika jalan ini bathil, semoga kami ditunjukkan
kesalahan-kesalahannya dan dikuatkan untuk meninggalkan jalan ini. Serta
ditunjukkan jalan yang betul-betul Sahih,
jalan yang diridhoi-Nya.
Dari ‘Ali, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepadanya,
Walaupun saya telah memilih Hizbut Tahrir sebagai jamaah dakwah, bukan berarti saya tidak ingin lagi mendengar ceramah dari saudara dari haraqah lain. Pun saya senang belajar akhlak dari saudara di Wahdah, belajar tentang makna kebersihan dari saudara di NU, belajar kegirahan dalam berdakwah dari saudara JT, belajar menghidarkan diri dari perkara syirik dari saudara Muhammadiyah. Selama tidak melenceng dari perkara akidah, saya menganggap mereka adalah saudara seiman. Layaknya saudara, kaum muslim harus bersatu. Perbedaan dalam perkara fiqih dan metode dakwah tidak menjadikan kita bercerai berai.“Ucapkanlah do’a: Allahumma inni as-alukal huda was sadaad” [Ya Allah, meminta kepada-Mu petunjuk dan kebenaran]”. (HR. Muslim no. 2725)
0 komentar:
Posting Komentar