Minggu, 19 Juni 2016

Memilih Hizbut Tahrir


Perkenalan saya dengan Hizbut Tahrir bermula pada saat awal menggeluti dunia perkuliahan. Walaupun sebenarnya, belakangan saya baru tahu bahwa di SMA saya pernah beberapa kali ikut kajian yang dibina oleh orang Hizbut Tahrir. Saya tahu dari teman SMA saya, yang anehnya dia justru termasuk orang yang tidak aktif kajian waktu itu.
Saat duduk di bangku SMP saya sudah mulai aktif di ROHiS, tentunya dengan ikut pengajian di dalamnya. Saya tak sendirian, ada teman SMP saya sekaligus tetangga. Kami bahkan sudah berkomitmen beberapa hal sebagai buah dari ilmu yang kami dapatkan. Seperti, kami tak ingin pacaran, mau buat agenda  mengumpulkan uang untuk membantu korban bencana alam, dan satu lagi yang paling membekas yaitu kami mengumpulkan anak-anak yang usianya di bawah kami, lalu kami buat sekolah-sekolahan. Yang kami ajarkan lebih banyak seputar agama, seperti baca tulis al-Quran, akhlak dan sebagainya. Padahal ilmu kami tentang islam jangan ditanya seberapa banyak, sangat sedikit. Tapi jika diingat-ingat, semangat kami waktu itu bisa jadi motivasi untuk hari ini hingga esok.
 Langsung saja ke perkenalan saya dengan Hizbut Tahrir. Waktu itu di awal perkuliahan, teman sekelas saya mengajak ngaji dengan kakak angkatan. Tentu saya menerima, karena saya pikir belajar mengaji. Setelah bertemu dengan kakak yang dimaksud, ternyata bukan belajar mengaji al-Quran tapi mengkaji islam dalam bentuk halaqah. Jujur sih memang sedikit kecewa, karena di luar dari apa yang saya bayangkan. Tapi kemudian saya berpikir tidak ada salahnya saya tetap mengikutinya, toh memang saya sadar membutuhkannya. Walaupun saat SMP saya pernah kecewa dengan murabbiyah saya waktu itu. Dia menghilang saat saya dan teman saya lagi semangat-semangatnya. Dan sejak itu semangat saya dalam menuntut ilmu agama perlahan mulai mengendur. Kalaupun saya ikut, penjelasannya tidak terlalu membekas.
Tapi kali ini lain, pada pertemuan kedua saya mulai bergairah kembali belajar islam. Saya juga semakin sering datang ke toko buku untuk membeli buku seputar agama islam. Saking semangatnya saya sering ke toko buku dengan jalur pete-pete yang cukup ribet sendirian. Bahkan saya pernah sudah ada di depan Mall sebelum buka. Saya berkomitmen membeli buku minimal satu setiap bulan. Waktu itu saya dan teman saya, beberapa bulan jadi pemburu buku-buku tasawuf karya Agus Mustafa. Iya, kami suka filsafat dan tertarik belajar islam, maka jadilah kami penggemar buku-buku tasawuf. Walaupun, seiring berjalan waktu kamipun menyadari filsafat sangat jauh dari konsep pemikiran islam. Islam pemikirannya pas, tidak kurang dan tidak berlebihan. Sedangkan filsafat, pemikirannya kebablasan.
Di awal kajian bersama hizbut tahrir saya tertarik dengan konsep kajiannya, santai. Kajiannya di taman dengan konsep kajian yang lebih mirip berdiskusi. Saya bisa bertanya apa saja seputar islam. Saking banyaknya pertanyaan saya, kakak yang mengisi kajiannya sering menunda jawabannya di pertemuan berikutnya. Walaupun seiring berjalannya waktu, justru saya lebih tertarik dengan keseriusan dan kedisiplinan HT dalam menjalankan proses pembinaan. 
Selain kajian dengan orang HT, saya juga tetap ikut tarbiyyah di tempat lain. Namun beberapa bulan saya mulai tidak respect ngaji di HT. Karena, mereka melihat permasalahan bangsa selalu menyalahkan pemerintah. Saya marah, kenapa selalu pemerintah yang disalahakan. Padahal mereka sudah berusaha untuk menyelesaikan persoalan bangsa. Apa yang sudah kita berikan untuk bangsa ini sehingga berani menyalahkan pemerintah? Saat itu pemahaman saya masih sama dengan pemahaman masyarakat umum lainnya. Karena beberapa alasan yang mengurangi ketertarikan saya pada HT ditambah penentangan dari keluarga, akhirnya saya memilih mundur. Waktu itu saya masih di tahap sebelum kajian kitab mutabanat.
Sejak saya tidak ngaji di HT, saya terus mencari tau tentang jilbab dan juga segala hal tentang pemikiran HT yang bertentangan dengan pemahaman di tempat saya tarbiyah. Pemikiran yang saya maksud adalah seputar masirah, dakwah kepada pemerintah, hadits ahad, khilafah, dan yang lainnya. Dari perjalanan saya mencari tau itu, saya menyadari satu hal, HT lebih banyak menyentuh made’unya  melalui pemikiran. Pemikiran yang ditunjukkan menurut saya masuk akal dan dalilnya pun kuat. Namun, saya masih punya banyak pertanyaan yang belum saya temukan jawabannya.
sumbe gambar: https://d.wattpad.com
Hingga tiba pada suatu saat saya memutuskan untuk kembali mengkaji islam di HT. Saya sadar bahwa saya akan lebih yakin jika semua pertanyaan itu dijawab langsung oleh orang HT, bukan dari orang-orang yang hanya melihat HT dari luar saja. Saya bisa mendengar langsung pendapat mereka mengenai anggapan miring seputar HT.  Atau paling tidak saya bisa mencari tahu sendiri seperti apa pemikiran mereka yang sebenarnya setelah berinteraksi lebih dekat.
Sampai sekarang, saya ngaji di HT sudah kurang lebih 4 tahun. Setelah berkomitmen untuk konsisten mengkaji islam di sini, tidak pernah lagi sekalipun saya berniat untuk mundur. Bahkan sekalipun ujian tak henti-hentinya berdatangan. Bukan karena saya menganggap bahwa haraqah lain sesat, atau hanya HT yang akan masuk surga. Bukan sama sekali. Tapi ini soal kenyamanan, kesamaan pemikiran, kecocokan rasa, dan keselarasan cara pandang. Di sini saya menemukan itu. Dan sekarang jika ada yang mengatakan tentang kesesatan HT, saya hanya tersenyum.
Alhamdulillah, meskipun berat saya telah memilih jalan dakwah ini, bersama Hizbut Tahrir. Meskipun begitu, hampir tidak pernah terlewatkan dalam doa saya untuk tetap ditunjukkan jalan yang lurus. Tidak ada yang bisa memastikan bahwa kita benar-benar sudah berada di jalan lurus. Hanya Allah yang tahu jalan itu benar-benar lurus atau tidak. Karenanya, saya selalu meminta petunjuk-Nya. Jika memang jalan ini benar, semoga orang-orang yang ada di jalan ini diistiqamahkan. Jika jalan ini bathil, semoga kami ditunjukkan kesalahan-kesalahannya dan dikuatkan untuk meninggalkan jalan ini. Serta ditunjukkan jalan yang betul-betul Sahih, jalan yang diridhoi-Nya.

Dari ‘Ali, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepadanya,
“Ucapkanlah do’a: Allahumma inni as-alukal huda was sadaad” [Ya Allah, meminta kepada-Mu petunjuk dan kebenaran]”. (HR. Muslim no. 2725)
Walaupun saya telah memilih Hizbut Tahrir sebagai jamaah dakwah, bukan berarti saya tidak ingin lagi mendengar ceramah dari saudara dari haraqah lain. Pun saya senang belajar akhlak dari saudara di Wahdah, belajar tentang makna kebersihan dari saudara di NU, belajar kegirahan dalam berdakwah dari saudara JT, belajar menghidarkan diri dari perkara syirik dari saudara Muhammadiyah. Selama tidak melenceng dari perkara akidah, saya menganggap mereka adalah saudara seiman. Layaknya saudara, kaum muslim harus bersatu. Perbedaan dalam perkara fiqih dan metode dakwah tidak menjadikan kita bercerai berai. 





0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2014 Rumah Baca