Mengazzamkan Ahad
Hari itu, matahari di
kota yang digelari Ummul Qura tepat
sejajar di atas kepala. Ramai penduduk Mekkah menyaksikan ‘pertunjukan’ yang
belum pernah ia saksikan sebelumnya. Pertarungan antara majikan dan budaknya. Keimanan
kepada Latta dan Uzza melawan keimanan kepada Allah SWT.
Para pemuka kaum kafir
Quraisy ingin menunjukkan bagaimana kekuatannya. Para budak yang berani meninggalkan agama nenek
moyangnya siap-siap menanggung siksaan dari mereka. Namun gertakan itu tidak
membuat gentar sesorang yang sudah menancap iman islam di dadanya. Setiap kali
cambukan ia balas dengan kata ahad. Satu
kata yang dalam makna. Satu kata yang ianya sudah bisa mengisyaratkan keteguhan
empunya. Dialah Bilal bin Rabbah.
sumber gambar: http://biografi-tokoh-islam.blogspot.co.id
*
Sebelum dimerdekakan,
bilal adalah budak dari Umayyah bin Khalaf. Ia jalani hari-harinya dengan
mengabdi pada tuannya. Ia menerima perlakuan majikannya yang sering kali melontarkan
kata-kata merendahkan. Sebagaimana umumnya budak diperlakukan waktu itu. Bilal
tak pernah menolak setiap perintah tuannya. Termasuk saat diminta adu kekuatan
dengan Habsy, teman budaknya yang juga berkulit hitam dengan postur tubuh yang
lebih kuat. Ia bersedia dijadikan bahan taruhan orang-orang Qurasy, seperti
sedang menonton pertunjukkan adu ayam jantan.
Habsy selalu menggerutu
karena statusnya sebagai budak, sehingga diperlakukan semena-mena oleh tuannya.
Tetapi bilal memilih tetap bersabar. Tak pernah keluhan keluar dari mulutnya.
Setiap penghinaan, ia terima dengan wajah tertunduk.
Namun ketundukan itu tak
terlihat saat sang majikan memintanya meninggalkan agama yang dibawa Muhammad. Agama
yang telah mengangkat martabatnya yang selama ini dijatuhkan oleh kaum Quraisy.
Budak adalah posisi paling rendah di mata kaum kafir Quraisy, tapi tidak di
mata islam. Bilal dipandang sama mulianya dengan sahabat lainnya.
Bilal termasuk dari
orang-orang yang pertama memeluk islam, hanya beberapa orang dari sahabat
Rasululullah yang mendahuluinya. Meskipun berlatar belakang budak, tidak
membuat ia kehilangan kekuatan untuk mempertahankan imannya. Bahkan karena
statusnya, dia termasuk yang menerima siksaan paling pedih dari kafir Qurasiy.
Sahabat lainnya seperti
Abu Bakar masih memiliki keluarga dari suku terpandang yang membela mereka,
sementara orang seperti Bilal tidak. Sahabat seperti Bilal, Sumayyah dan
lainnya dari kalangan budak serta hamba sahaya tidak memilki siapapun yang bisa
membelanya, sehingga majikannya bisa melakukan apa saja kepadanya tanpa belas
kasihan.
Berbagai macam siksaan
dirasakan bilal. Dipukul dan dicambuk cuma siksaan yamg paling ringan. Hingga
tiba saat matahari tepat berada di atas ubun-ubun, bilal harus merasakan
kekejaman yang lebih pedih dari Umayyah bin Khalaf, majikannya. Ia dipakaikan
baju besi di saat panas matahari sangat terik. Lalu mereka dicambuk sambil dipaksa
mencaci maki Muhammad. Tapi Bilal hanya mengeluarkan kata ahad.
Melihat keteguhan bilal
menahan siksaan, tidak membuat Umayyah menyerah. Ditindihnya Bilal dengan batu
besar di tengah sinar matahari yang sangat menyengat. Tapi bilal lagi-lagi hanya
membalasnya dengan kata ahad…ahad.
Mereka memaksa bilal memuji Latta wa Uzza, tapi Bilal terus memuji Allah dengan
kata Ahad. Kaum kafir Qurasy paham betul makna dari kata yang diucapkan bilal,
pujian untuk Allah yang Esa. Mereka bukan tidak mempercayai Allah tapi mereka
tidak menjadikan Allah sebagai sesembahan satu-satunya. Mereka mengimani Allah
sebagai tuhan, tapi mereka pun memyembah Latta dan Uzzah. Karena itulah mereka
disebut kaum musyrikin.
Bilal, pemuda dengan
kasta terendah di mata kaum musyrikin tapi terpuji di mata Allah, Rasulullah,
sahabat dan kaum muslimin. Bahkan Rasululpun telah mendengar terompah Bilal di
Surga. Ah, kabar gembira yang sangat melegakan. Sebagaimana kabar gembira
serupa juga dialamatkan pada sahabat lainnya. Namun, tidak membuat mereka
berhenti beribadah, justru kabar itu semakin memompa semangat mereka untuk
lebih mendekatkan diri kepada Allah.
0 komentar:
Posting Komentar