Banjir Racun Eljibiti
Sumber gambar: Republika.co.id |
Saya ingin menceritakan tentang peristiwa banjir beberapa waktu yang lalu di kediaman kami. Saat itu hujan begitu deras dari sebelum-sebelumnya. Akibatnya air masuk ke rumah kami. Padahal kami sudah membuat tanggul setinggi kurang lebih 30 cm. Kami pikir, dengan tanggul setinggi itu sudah bisa menghalangi masuknya air ke rumah kami. Namun nyatanya air masih saja masuk. Memang air yang masuk tidak lagi air keruh dan bau. Melainkan air dari tanah yang meresap ke celah-celah kecil tegel rumah kami yang tidak terlalu bau.
Sementara di rumah tetangga-tetangga
kami yang tidak memiliki tanggul, tentu air yang masuk ke rumah mereka adalah
air hujan yang sudah bercampur dengan air comberan. Sangat bau pastinya. Karena
tahun lalu kami merasakannya. Saat itu kami belum membuat tanggul. Meskipun
sudah dibersihkan, baunya masih tercium.
Banjir akan terus menghantui jika
sistemnya tak diperbaiki. Sistem teknis dan non teknis. Teknis misalnya sistem
drainase dan non teknis misalnya ekonomi, pendidikan, politik, kesehatan.
Karena setiap sistem teknis dipengaruhi oleh sistem non teknisnya. Maka yang
mampu memperbaiki sistem-sistem itu adalah pemerintah.
Setiap keluarga, mungkin saja bisa
membersihkan got depan rumah masing-masing. Tapi jika got besar di pinggir
jalan tak dibersihkan maka sama saja. Got di pinggir jalan bersih, jika sungai
semakin dangkal. Maka persoalan belum selesai. Meskipun sungai bersih serta
dalam, namun jika tak ada aturan dalam penataan kota serta gedung-gendung
bertingkat maka masalahnya masih juga belum selesai. Pun kemiskinan terus
meningkat sehingga memaksa rakyat untuk menempati bantaran sungai. Maka,
masalahnya tak akan selesai. Mereka digusur, malah muncul masalah baru. Mereka
mau tinggal dan cari penghidupan di mana. Diberikan tempat tinggal, belum tentu
daerah itu layak untuk tempat tinggal dan mencari penghidupan. Karena itu untuk
mengatasi banjir bukan hanya masalah tumpukan sampah di got depan rumah
masing-masing. Lebih luas dari itu, banjir adalah masalah sistemik.
Menyoal peristiwa banjir, saya jadi
kepikiran tentang keluarga-keluarga kaum muslim. Mereka digempur oleh paham-paham
rusak. Seperti liberalisme, sekulerisme, hodonisme, termasuk LGBT yang tengah
marak hari ini. Keluarga-keluarga kaum muslim berusaha membangun tanggul di
rumah mereka masing-masing untuk menjaga agar pemahaman-pemahaman rusak itu
tidak masuk ke rumah mereka. Tanggul itu berupa pendidikan agama yang diberikan
oleh orangtua kepada anak-anaknya.
Tanggul ini mungkin bisa sedikit membantu
menjaga keluarga muslim dari banjir paham-paham rusak. Namun, karena arusnya yang
terlalu deras. Paham itu memaksa mencari cara agar tetap bisa masuk. Maka
celah-celah kecil yang ditemuipun dilewati. Sama halnya pada kasus banjir yang
saya ceritakan di atas. Tak bisa lewat depan, maka celah-celah tegelpun jadi
jalan. Tak bisa terang-terangan masuk, melalui tontonan TV dan internet pun
disusupi.
Di dalam rumah aman karena pondasi
agama yang turun temurun diajarkan oleh nenek moyang kita sudah tinggi ditambah
tanggul pendidikan agama dari orangtua. Tapi, saat keluar rumah banjir paham
rusak masih terus menghantui. Entah itu dari lingkungan sekolah, teman
nongkrong bahkan di tempat-tempat umum. Baik secara terstruktur maupun efek
dari yang sudah terstruktur tadi. Dan hal ini akan terus kita temui selama
sistem yang mengatur tentang paham-paham ini masih sama. Selama
kapitais-demokrasi masih setia kita gunakan, selama itu pula banjir paham-paham
rusak terus membuat keluarga was-was.
Sekali lagi, paham LGBT dan
sejenisnya bukan hanya PR keluarga-keluarga kaum muslim. Namun, PR bagi kita
semua termasuk yang paling pokok adalah Negara dengan sistem dan penerapannya
yang baik. Selama ini kita sudah sering berganti orang untuk menerapkan sistem
kapitalis-demokrasi tapi hasilnya tetap sama, timbul pertanyaan jangan-jangan
memang bukan hanya orangnya yang harus diganti tetapi juga sistemnya. Maka
sebagai muslim, ada tawaran yang paling menjanjikan yaitu sistem Islam. Selain
secara konsep sangat baik, sejarahpun membuktikan keampuhannya menjaga
keluarga-keluarga dari paham yang rusak. Bukan hanya baik bagi
keluarga-keluarga muslim, namun baik pula bagi keluarga-keluarga non muslim.
Jika penasaran, silahkan baca kembali sejarah di saat sistem islam yang
diterapkan. Mulai dari masa Rasulullah hingga kehilafahan Utsmani di abad
sembilan belas. Hanya sangat disarankan untuk membaca sejarah dari sumber yang
terpercaya, datanya kuat dan bisa dipertanggungjawabkan keasliannya.
Maros, 24 Desember 2017
06: 44 am
Tulisan yang meningkatkan kepekaan dan menumbuhkan kepedulian...sip!
BalasHapusiya cikgu terimakasih telah mampir
Hapus