Minggu, 24 Desember 2017

Banjir Racun Eljibiti

Sumber gambar: Republika.co.id

Saya ingin menceritakan tentang peristiwa banjir beberapa waktu yang lalu di kediaman kami. Saat itu hujan begitu deras dari sebelum-sebelumnya. Akibatnya air masuk ke rumah kami. Padahal kami sudah membuat tanggul setinggi kurang lebih 30 cm. Kami pikir, dengan tanggul setinggi itu sudah bisa menghalangi masuknya air ke rumah kami. Namun nyatanya air masih saja masuk. Memang air yang masuk tidak lagi air keruh dan bau. Melainkan air dari tanah yang meresap ke celah-celah kecil tegel rumah kami yang tidak terlalu bau.
Sementara di rumah tetangga-tetangga kami yang tidak memiliki tanggul, tentu air yang masuk ke rumah mereka adalah air hujan yang sudah bercampur dengan air comberan. Sangat bau pastinya. Karena tahun lalu kami merasakannya. Saat itu kami belum membuat tanggul. Meskipun sudah dibersihkan, baunya masih tercium. 
Banjir akan terus menghantui jika sistemnya tak diperbaiki. Sistem teknis dan non teknis. Teknis misalnya sistem drainase dan non teknis misalnya ekonomi, pendidikan, politik, kesehatan. Karena setiap sistem teknis dipengaruhi oleh sistem non teknisnya. Maka yang mampu memperbaiki sistem-sistem itu adalah pemerintah.
Setiap keluarga, mungkin saja bisa membersihkan got depan rumah masing-masing. Tapi jika got besar di pinggir jalan tak dibersihkan maka sama saja. Got di pinggir jalan bersih, jika sungai semakin dangkal. Maka persoalan belum selesai. Meskipun sungai bersih serta dalam, namun jika tak ada aturan dalam penataan kota serta gedung-gendung bertingkat maka masalahnya masih juga belum selesai. Pun kemiskinan terus meningkat sehingga memaksa rakyat untuk menempati bantaran sungai. Maka, masalahnya tak akan selesai. Mereka digusur, malah muncul masalah baru. Mereka mau tinggal dan cari penghidupan di mana. Diberikan tempat tinggal, belum tentu daerah itu layak untuk tempat tinggal dan mencari penghidupan. Karena itu untuk mengatasi banjir bukan hanya masalah tumpukan sampah di got depan rumah masing-masing. Lebih luas dari itu, banjir adalah masalah sistemik.
Menyoal peristiwa banjir, saya jadi kepikiran tentang keluarga-keluarga kaum muslim. Mereka digempur oleh paham-paham rusak. Seperti liberalisme, sekulerisme, hodonisme, termasuk LGBT yang tengah marak hari ini. Keluarga-keluarga kaum muslim berusaha membangun tanggul di rumah mereka masing-masing untuk menjaga agar pemahaman-pemahaman rusak itu tidak masuk ke rumah mereka. Tanggul itu berupa pendidikan agama yang diberikan oleh orangtua kepada anak-anaknya.
Tanggul ini mungkin bisa sedikit membantu menjaga keluarga muslim dari banjir paham-paham rusak. Namun, karena arusnya yang terlalu deras. Paham itu memaksa mencari cara agar tetap bisa masuk. Maka celah-celah kecil yang ditemuipun dilewati. Sama halnya pada kasus banjir yang saya ceritakan di atas. Tak bisa lewat depan, maka celah-celah tegelpun jadi jalan. Tak bisa terang-terangan masuk, melalui tontonan TV dan internet pun disusupi.
Di dalam rumah aman karena pondasi agama yang turun temurun diajarkan oleh nenek moyang kita sudah tinggi ditambah tanggul pendidikan agama dari orangtua. Tapi, saat keluar rumah banjir paham rusak masih terus menghantui. Entah itu dari lingkungan sekolah, teman nongkrong bahkan di tempat-tempat umum. Baik secara terstruktur maupun efek dari yang sudah terstruktur tadi. Dan hal ini akan terus kita temui selama sistem yang mengatur tentang paham-paham ini masih sama. Selama kapitais-demokrasi masih setia kita gunakan, selama itu pula banjir paham-paham rusak terus membuat keluarga was-was.
Sekali lagi, paham LGBT dan sejenisnya bukan hanya PR keluarga-keluarga kaum muslim. Namun, PR bagi kita semua termasuk yang paling pokok adalah Negara dengan sistem dan penerapannya yang baik. Selama ini kita sudah sering berganti orang untuk menerapkan sistem kapitalis-demokrasi tapi hasilnya tetap sama, timbul pertanyaan jangan-jangan memang bukan hanya orangnya yang harus diganti tetapi juga sistemnya. Maka sebagai muslim, ada tawaran yang paling menjanjikan yaitu sistem Islam. Selain secara konsep sangat baik, sejarahpun membuktikan keampuhannya menjaga keluarga-keluarga dari paham yang rusak. Bukan hanya baik bagi keluarga-keluarga muslim, namun baik pula bagi keluarga-keluarga non muslim. Jika penasaran, silahkan baca kembali sejarah di saat sistem islam yang diterapkan. Mulai dari masa Rasulullah hingga kehilafahan Utsmani di abad sembilan belas. Hanya sangat disarankan untuk membaca sejarah dari sumber yang terpercaya, datanya kuat dan bisa dipertanggungjawabkan keasliannya.

Maros, 24 Desember 2017
06: 44 am

2 komentar:

  1. Tulisan yang meningkatkan kepekaan dan menumbuhkan kepedulian...sip!

    BalasHapus

Copyright © 2014 Rumah Baca