Kamis, 30 November 2017

Semangat Literasi

Suasana pekan sastra oleh Balai Bahasa Sulsel di SPIDI Maros 
Literasi dan guru memiliki hubungan yang sangat kuat. Literasi menjadi nutrisi penting bagi guru yang notabenenya sebagai pencetak generasi penerus bangsa. Guru adalah ujung tombak peradaban. Jika guru bermasalah di literasi, bagaimana bisa kita berharap lebih bahwa generasi pelanjut astafet bangsa akan aktif dalam dunia literasi.

Saat ini pemerintah lagi menggalakan literasi bagi dunia pendidikan. Bahkan untuk kurikulum 2013 literasi menjadi poin yang sangat diperhatikan. Pada setiap bimbingan teknis kurikulum 2013 yang diadakan selalu menekankan pentingnya literasi di dunia pendidikan.

Bukti lain keseriusan gerakan literasi ini adalah kegiatan beberapa pekan yang lalu di Sekolah Putri Darul Istiqamah, kabupaten Maros. Balai bahasa mengadakan kegiatan pekan sastra. Dari sambutan yang dipaparkan oleh ketua panitianya, saya menangkap bahwa kegiatan ini diadakan sebagia efek dari semangat literasi yang lagi digalakkan. Satu hal bahwa ini cukup serius ditumbuhkan karena anggaran yang dikeluarkan sangat besar. Balai bahasa tidak tanggung-tanggung dalam memberikan hadiah bagi peserta yang menang. Total 180 juta biaya pendidikan yang disediakan. Itu bukan angka yang sedikit. Selama ini saya mengikuti lomba sejak SD hingga hari ini saya mendampingi siswa mengikuti setiap even perlombaan, belum pernah saya menenmukan lomba dengan hadiah besar-besaran seperti ini. Dan yang lebih menggiurkan karena bukan hanya sampai juara tiga yang diberikan hadiah, tapi sampai harapan 7 atau juara 10. Untuk juara 10 saja hadiah yang didapatkan berupa uang tunai 1 juta rupiah. Betul-betul saya belum pernah menemukan lomba seperti ini. Padahal ini baru tingkat kabupaten. Bagaimana jika tingkat provinsi, belum lagi jika nasioanl.

Berarti memang literasi dianggap sangat penting dan serius ingin ditumbuhkan yang saat ini memang mulai meredup. Dengan perkembangan teknologi, generasi micin mulai  malas membaca. Jangankan menghasilkan karya yang baik dalam tulisan, membaca saja ogah-ogahan. Sementara untuk menulis kita kita butuh nutrisi ilmu yang didapatkan dari membaca. Generasi micin hanya sibuk dengan game-games terbaru. Jika ada games yang baru muncul, maka jangan sebut mereka ‘gaul’ jika belum mahir menggunakn games tersebut. Diminta membaca jadi malas. Bagaiman bisa suka membaca kalau saraf-saraf otaknya lebih sering digunakan untuk bermain games.

Besar harapan kita dengan gerakan literasi ini, generasi micin malas membaca bisa berkurang dan beralih menjadi generasi kutu buku yang tetap mengikuti perkembangan teknologi. Sekaligus aktif berkarya dengan tulisan-tulisan bermanfaat minus plagiat. 



0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2014 Rumah Baca